Masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Ronny Pattinasarany mengawali kariernya sebagai pemain sepakbola pada 1970 saat terpilih sebagai anggota tim PSSI Yunior ke Manila. Laki-laki kelahiran Makassar, 9 Februari 1949 ini sebelum menjadi pemain profesional, sempat dibesarkan di PSM Yunior. Dia hampir selalu dipercaya menjadi anggota tim nasional selama kurun waktu 1979-1985. Ronny adalah pemain All Star Asia, olahragawan terbaik Indonesia. Medali perak SEA Games pernah dia sumbangkan untuk Tim Merah Putih. Dari sepakbola, Ronny mendapatkan segalanya, termasuk uang. Menikah dengan Stella Maria, pasangan ini dikaruniai tiga orang anak (dua laki-laki dan satu perempuan), masing-masing Robenno Pattrick (Benny), Henry Jacques (Yerry), dan Tresita Diana.
Namun, di balik kesuksesannya di dunia persepakbolaan, Ronny memiliki kenangan buruk tersendiri menyangkut dua anak laki-lakinya. Kesibukannya mengurus sepakbola membuat waktunya untuk keluarga berkurang. Akibat kurang perhatian, kedua putranya pun terlibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Mereka kecanduan narkoba mulai dari yang ringan hingga yang paling berat (putau).
Adalah putra kedua Ronny, Henry Jacques (Yerry), yang pertama kali kecanduan narkoba. Yerry mengenal dan mengakrabi barang haram itu (putau) saat masih duduk di kelas satu SMP. Ketika itu Ronny berdomisili di Gresik, karena tugasnya sebagai pelatih Petrokimia Gresik.
Atas saran para sahabatnya, Ronny membawa Yerry ke dokter tenar di bidang rehabilitasi kecanduan narkotika di Jakarta. Dokter Al Bachri Husin dan Prof. dr. Dadang Hawari menjadi pilihan Ronny. Hasilnya lumayan memuaskan, Yerry tidak sakaw lagi. Namun, kisah Ronny melawan narkotika tidak berhenti sampai di situ.
Beberapa bulan kemudian, Yerry kambuh. Kenyataan ini membuat batin Ronny benar-benar terpukul. Dia merasa bahwa Yerry tidak akan sembuh jika dia tidak mendampinginya.Tahun 1985, disebut Ronny, sebagai tahun bagi dirinya untuk melawan narkoba. Pada tahun itu, dia mengambil keputusan yang sangat berat dalam perjalanan kariernya sebagai pemain dan pelatih sepakbola. "Saya dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit, sepakbola atau menyelamatkan anak. Saya pun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan sepakbola, kembali ke Jakarta meskipun pada saat itu saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan," ungkap Ronny.Keputusan seperti itu tentu saja mengejutkan sang istri, Stella. "Saya benar-benar kaget dan tidak siap menghadapi peristiwa seperti itu," katanya.
Ronny menguatkan sang istri agar tegar menghadapi cobaan ini. "Mama juga jangan malu. Ini musibah. Mungkin kita sedang ditegur Tuhan," kata Ronny kepada Stella. Selama berkarier di sepakbola, Ronny mengaku jauh dari Tuhan. Ternyata, menurut pengakuan Yerry, dia sudah mengenal narkoba sejak masih di kelas enam SD dari seorangpenjual minuman ringan yang membuka warung di depan sekolahnya. Nipam adalah jenis narkoba yang pada mulanya diperkenalkan kepada Yerry.
"Kalau kamu pakai ini akan membuat kamu lebih happy, bahagia," kata Yerry menirukan ucapan sang penjaja minuman. Diberikan secara cuma-cuma, Yerry menerima begitu saja "barang haram" tersebut. "Awalnya saya memang tidak tahu. Setelah itu saya diberi ganja, pil BK, ecstasy,dan putau," ujar Yerry. Narkoba yang pada mulanya diberikan secara gratis itu akhirnya harus ditebus dengan cara membeli manakala Yerry mulai ketagihan.
Ketergantungan Yerry kepada narkoba semakin kuat. Ronny semakin terpukul, apalagi kalau melihat Yerry sedang sakaw (ingin mengonsumsi narkoba). "Kalau tengah malam dia sakaw, dan saya tidak punya uang, saya peluk dia semalaman. Paginya saya cari pinjaman untuk beli narkoba."
Ronny memang sering tidak tega. Saat Yerry sudah tidak kuat, Ronny bahkan mengantarkan anak tercintanya itu ke bandar narkoba untuk mendapatkan barang berbahaya itu. "Pa.... Yerry nggak kuat," rintih Yerry saat barang itu sudah ada di tangan Ronny dan tidak tahan untuk segera mengonsumsinya. "Tahan ya Yer, paling sepuluh menit lagi," jawab Ronny yang berharap agar Yerry menikmati narkoba itu di rumah. Tidak tega melihat anaknya terus merintih, Ronny akhirnya membiarkan Yerry mengonsumsi putaudi tengah perjalanan.
Ronny tidak punya pilihan lain. Perbedaan antara rasa kasih sayang terhadap anak dan mencelakakan anak menjadi begitu sangat tipis. "Di satu sisi saya ingin membantu agar anak tidak kesakitan, tapi di sisi lain, pelan pelan saya sebenarnya membunuh anak saya sendiri.
Ini pilihan yang amat sulit. Tapi biarlah Tuhan yang tahu," kata Ronny dengan mata berkaca-kaca. Ronny juga pernah harus menahan malu dan pedih ketika dia dan Yerry diteriaki "mating" ketika datang ke sekolah Yerry. Pasalnya teman-teman sekolah menuduh Yerry mencuri uang salah seorang murid. Ronny yang pada saat itu sedang menganggur, sering menjual barangnya untuk membeli putau bagi anaknya. "Saya tidak tega melihat anak-anak tersiksa. Saya sampai utang sana-sini untuk membeli putau," papar Ronny. Itulah cara yang diyakini Ronny bisa untuk membimbing Yerry kembali ke jalan yang benar. Tidak mudah memang, sebab Yerry berkali-kali jatuh ke lubang yang sama. Setelah "sembuh", godaan untuk memakai lagi begitu kuat.
Karena ulah Yerry yang semakin sulit dikendalikan,Ronny minta kepada anak pertamanya, Robennd Pattrick (Benny) untuk menjaga sang adik. Belakangan, Benny ternyata "setali tiga uang" dengan Yerry. Ketika duduk dibangku SMP, Benny diam-diam juga sudah mengonsumsi narkoba setelah teman-teman di sekolahnya menawarkan zat berbahaya itu. "Pakai deh, pokokriya enak banget. Kalau nggak pakai, kamu bukan anak gaul," begitu iming-iming yang disampaikan teman-temannya kepada Benny.
Suatu ketika saat sakaw, Benny malah pernah minta narkoba ke adiknya. Permintaannya ditolak Yerry. Dengan berbagai cara, Benny membujuk Yerry. "Sudahlah jangan khawatir. pokoknya beres. Papa pasti membantu memberikan uang." kata Benny yang kemudian membuat Yerry takluk.
Sejak itu, mereka pun mengonsumsi narkoba bersama-sama. Benny mengibaratkan dirinya yang dipercaya untuk menjaga Yerry sebagai "malaikat sekaligus iblis. " Benny malah lebih parah ketimbang adiknya, karena memakai narkoba di luar rumah. Dia kerap tidak pulang dan menginap di rumah bandar narkoba. Jika sakaw datang, Yerry dan Benny selalu memaksa minta uang kepada orangtuanya untuk membeli putau. Kalau tidak diberi,mereka sering kali mencuri barang milik orangtuanya.
Karena suka mencuri, Benny dan Yerry sering dikucilkan oleh keluarga besar Ronny dan Stella. Itu diakui Yerry dan Benny.
"Pokoknya kunci dan model gembok apa saja yang dipakai Mama untuk menyimpan uang, bisa kami bongkar. Uang yang paling aman yang tidak bisa kami curi adalah yang masih disimpan di kantong Mama," kata Benny. Karena tidak ada uang, sementara mereka sedang sakaw, suatu hari Benny dan Yerry nekat membuka garage sale dengan menjual barang apa saja milik orangtuanya.
Saat itu Ronny dan Stella sedang ke luar kota. Medali olah-raga, cincin kawin, barang antik milik Ronny dan Stella mereka obral habis-habisan. Bahkan, "Rice cooker yang masih ada nasinya kami jual," kata Benny. Dari aksi "great sale" itu, mereka Mendapatkan uang "cuma" 5 juta. Setelah itu hampir sebulan mereka tidak pulang. Benny dan Yerry waktu itu lebih sering tidur dirumah bandar.
Ronny dan Stella juga kerap minta Tresita Diana, adik Benny dan Yerry, untuk menjaga kakak-kakaknya. Tapi Tresita malah jadi bulan-bulanan sang kakak. "Saya malah dibentak-bentak dan diminta tinggal dirumah lalu dikunci dari luar," katanya.
Diperlakukan seperti itu, Tresita bisa memahami, sebab Bagaimanapun juga kakak-kakaknya sebenarnya adalah orang baik. Mereka melakukan perbuatan seperti itu, karena terpaksa. Situasi dan tuntutan untuk menetralisasi kecanduan pada narkobalah yang membuat Benny dan Yerry memperlakukan dirinya seperti itu. "Saya tahu, kakak-kakak sebenarnya nggak having fun,"katanya.
Apa yang dikatakan Tresita benar adanya. Yerry berterus terang, "Saya nggak mau seperti itu (kecanduan narkoba)," katanya. Oleh sebab itu pada suatu hari, dia mencoba bunuh diri dengan minum racun serangga. Dia melakukannya diam-diam di kamar. Dia melakukan itu semua dengan kesadaran penuh, "Sebab lebih baik saya tidak ada di dunia ini daripada menyusahkan orang lain, terutama Papa dan Mama," ujar Yerry. Yerry pun sudah menyiapkan surat "wasiat" buat Ronny Pattinasarany. Intinya, jauh lebih baik dia mati daripada hidup tapi menyusahkan orang lain. "Kalau saya mati, jangan salahkan Mama," begitu antara lain isi surat Yerry.
Pagi hari, meskipun sudah menenggak racun serangga, Yerry tetap terjaga. Dia merasa dirinya sudah mati dan berada di dunia lain, namun yang aneh, mengapa posisinya masih berada di dalam kamar. "Tuhan rupanya masih menghendaki saya hidup," katanya.
Sang kakak, Benny, mengaku juga sudah frustrasi dengan lembaran kehidupannya yang hitam. Dia menyadari berlari ke narkoba ternyata bukan solusi untuk menyelesaikan masalah putus cinta sewaktu di kelas tiga SMA.
Ronny sendiri, meskipun beban yang ditanggung sangat berat, dia tidak mau menyalahkan anak-anaknya. Dia tetap merawat putranya dengan penuh kasih dan cinta.Saat mengantarkan anaknya membeli narkoba dirumah bandar, dalam pikirannya sering dia berniat untuk membunuh bandar narkoba. Namun saat niat buruk itu datang, Tuhan menegurnya. "Ngapain ngurusin bandar,jauh lebih baik ngurusin anak. Saya berusaha berebut kasih sayang dengan bandar," katanya.
Ronny yang gemar bermain musik itu menyimpulkan musibah yang dia alami sebagai teguran dari Tuhan. Selama berkarier di sepakbola, dia merasa jauh dari Tuhan.Ronny lalu mulai memperbaiki kehidupan rohaninya. Suatu saat, dia dikenalkan dengan seorang pendeta oleh rekannya. Pendeta tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi kedua anaknya untuk sembuh. Kasih sayang yang diberikan kedua orangtuanya, dan petuah dari pendeta membuat Yerry berangsur lepas dari jeratan narkoba. Benny pun akhirnya mengikuti jejak sang adik.
Perjuangan berat Ronny untuk melepaskan kedua anaknya dari pengaruh narkoba membuatnya tergerak untuk membagi pengalamannya pada orangtua yang mengalami masalah serupa. Bersama kedua anaknya, dia sering menjadi pembicara dalam diskusi mengenai narkotika. Pengalaman Ronny itu bahkan telah dibukukan berjudul Dan, Kedua Anakku Sembuh dari Ketergantungan Narkoba.
Ronny bercita-cita untuk memiliki yayasan yang khusus memberikan bantuan kepada korban narkotika. "Orang yang kecanduan narkotika jangan dimusuhi. Dia harus disayangi agar bisa sembuh. Jika itu menimpa kepada anak kita, Bagaimanapun nakalnya mereka. kita tidak boleh malu. Kewajiban orangtua untuk mengurus dan mendidik anak, sebab mereka adalah titipan Tuhan," pesan Ronny.
Sayang memang, banyak orangtua yang lalai dalam mendidik dan memperhatikan pergaulan anak-anaknya. Veronica Colondam dalam bukunya Raising Drug-Free Children mengungkapkan pihak yang paling akhir mengetahui bahwa seseorang menjadi pecandu narkoba adalah orang tuanya sendiri. "Yang pertama kali mengetahui justru teman-temannya," ungkap Veronica.
Fakta tersebut diperoleh aktivis antinarkoba itu setelah dia melakukan penelitian terhadap lebih dari 600 pecandu narkoba. Dalam Kick Andy, Veronica mengungkapkan, para pecandu narkoba rata-rata berusia 15-24 tahun. Sebagian besar atau 6 dari 10 pecandu mengonsumsi narkoba di rumah sendiri.Celakanya, masih menurut Veronica, banyak orangtua yang kemudian "cuci tangan" begitu mengetahui anaknya terlibat narkoba. "Mereka membayar dimuka ke pusat rehabilitasi untuk merawat anaknya. Setelah itu mereka pindah alamat," katanya.
Sebagian besar pecandu narkoba seperti halnya Yerry dan Benny awalnya adalah coba-coba. Indarta dan Andi,pemakai narkoba yang kini dalam proses rehabilitasi, juga mengaku coba-coba. Oleh sebab itu, pesan Indarta yang juga hadir dalam acara Kick Andy, "Jangan coba-coba!" Ya, jangan coba-coba jika tidak mau mati. Simak pengakuan Lido (nama samaran) yang dihadirkan di Kick Andy. Dia adalah bandar narkoba yang kerap memasok barang haram itu ke daerah-daerah, antara lain ke Lombok.
Setiap kali kirim seberat 1-2 kg. Dari sini dia memperoleh keuntungan 5 juta rupiah. Selain pemasok, dia juga pengguna. Berkali-kali polisi berusaha menangkapnya, tapi selalu lolos. "Pernah polisi menembak saya sampai empat kali, tapi selalu tidak kena,"katanya.
Dari mana dia mendapatkan narkoba? Jangan kaget,racun maut itu diperoleh setelah mendapatkan informasi dari kawan-kawan, juga dari polisi setelah mendapatkan barang sitaan.Seperti apa kualitas narkoba yang belakangan ini dikonsumsi para pecandu? Lido menjelaskan, sejak tahun 1999, jenis-jenis narkoba itu sudah dicampur dengan unsur-unsur lain. Memberikan contoh, dia mengatakan, putau sudah dicampur dengan tawas. "Kalau barang ini disuntikkan ke pemakai, pembuluh darahnya bisa pecah danpemakainya bisa langsung meninggal," katanya.
Sementara Benny yang kini bertobat mengingatkan anak-anak muda untuk menghormati orangtua, seperti apa pun keadaan mereka. "Saat kita menghadapi masalah,teman-teman di geng tidak pernah membantu dan mendampingi kita. Yang selalu mendampingi kita adalah orangtua, bukan siapa-siapa," katanya.Sejak tidak lagi menggunakan narkoba, Benny menjadi pemusik untuk lagu-lagu rohani. Dia mengaku telah kehilangan banyak waktu dan kesempatan saat terbuai oleh narkoba. "Saya kehilangan pergaulan, saya kehilangan teman-teman. Itu suatu kehilangan bagi saya," kata Benny.
Sementara Yerry kini menjadi pelayan Tuhan setelah mengikuti Sekolah Alkitab. Ia juga aktif membantu parapecandu narkoba agar bisa sembuh.Sebagai wujud menebus "dosa" terhadap kedua orangtuanya, di akhir acara Kick Andy, Yerry dan Benny membelikan cincin kawin untuk Ronny dan Stella. Yerry dan Benny sadar cincin kawin yang mereka berikan kepada orangtuanya pada acara itu semahal apa pun tidak sebanding dengan pengorbanan yang diberikan oleh orangtua mereka. Ronny atas seizin Tuhan telah berhasil memperebutkan cinta dengan bandar narkoba atas kedua anaknya.
"Saya tidak rela kehilangan cinta kasih kepada anak-anak saya," katanya. Ronny Pattinasarany kini bisa bernapas lega karena kedua anaknya benar-benar sembuh dari ketergantungan narkoba. Kini dentingan piano dan alunan lagu rohani kerap bergema dari kediaman keluarga Ronny di kawasan Rawasari, Jakarta Pusat. "Saya merindukan mereka menjadi anak-anak Tuhan," kata Ronny.
Namun, di balik kesuksesannya di dunia persepakbolaan, Ronny memiliki kenangan buruk tersendiri menyangkut dua anak laki-lakinya. Kesibukannya mengurus sepakbola membuat waktunya untuk keluarga berkurang. Akibat kurang perhatian, kedua putranya pun terlibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Mereka kecanduan narkoba mulai dari yang ringan hingga yang paling berat (putau).
Adalah putra kedua Ronny, Henry Jacques (Yerry), yang pertama kali kecanduan narkoba. Yerry mengenal dan mengakrabi barang haram itu (putau) saat masih duduk di kelas satu SMP. Ketika itu Ronny berdomisili di Gresik, karena tugasnya sebagai pelatih Petrokimia Gresik.
Atas saran para sahabatnya, Ronny membawa Yerry ke dokter tenar di bidang rehabilitasi kecanduan narkotika di Jakarta. Dokter Al Bachri Husin dan Prof. dr. Dadang Hawari menjadi pilihan Ronny. Hasilnya lumayan memuaskan, Yerry tidak sakaw lagi. Namun, kisah Ronny melawan narkotika tidak berhenti sampai di situ.
Beberapa bulan kemudian, Yerry kambuh. Kenyataan ini membuat batin Ronny benar-benar terpukul. Dia merasa bahwa Yerry tidak akan sembuh jika dia tidak mendampinginya.Tahun 1985, disebut Ronny, sebagai tahun bagi dirinya untuk melawan narkoba. Pada tahun itu, dia mengambil keputusan yang sangat berat dalam perjalanan kariernya sebagai pemain dan pelatih sepakbola. "Saya dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit, sepakbola atau menyelamatkan anak. Saya pun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan sepakbola, kembali ke Jakarta meskipun pada saat itu saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan," ungkap Ronny.Keputusan seperti itu tentu saja mengejutkan sang istri, Stella. "Saya benar-benar kaget dan tidak siap menghadapi peristiwa seperti itu," katanya.
Ronny menguatkan sang istri agar tegar menghadapi cobaan ini. "Mama juga jangan malu. Ini musibah. Mungkin kita sedang ditegur Tuhan," kata Ronny kepada Stella. Selama berkarier di sepakbola, Ronny mengaku jauh dari Tuhan. Ternyata, menurut pengakuan Yerry, dia sudah mengenal narkoba sejak masih di kelas enam SD dari seorangpenjual minuman ringan yang membuka warung di depan sekolahnya. Nipam adalah jenis narkoba yang pada mulanya diperkenalkan kepada Yerry.
"Kalau kamu pakai ini akan membuat kamu lebih happy, bahagia," kata Yerry menirukan ucapan sang penjaja minuman. Diberikan secara cuma-cuma, Yerry menerima begitu saja "barang haram" tersebut. "Awalnya saya memang tidak tahu. Setelah itu saya diberi ganja, pil BK, ecstasy,dan putau," ujar Yerry. Narkoba yang pada mulanya diberikan secara gratis itu akhirnya harus ditebus dengan cara membeli manakala Yerry mulai ketagihan.
Ketergantungan Yerry kepada narkoba semakin kuat. Ronny semakin terpukul, apalagi kalau melihat Yerry sedang sakaw (ingin mengonsumsi narkoba). "Kalau tengah malam dia sakaw, dan saya tidak punya uang, saya peluk dia semalaman. Paginya saya cari pinjaman untuk beli narkoba."
Ronny memang sering tidak tega. Saat Yerry sudah tidak kuat, Ronny bahkan mengantarkan anak tercintanya itu ke bandar narkoba untuk mendapatkan barang berbahaya itu. "Pa.... Yerry nggak kuat," rintih Yerry saat barang itu sudah ada di tangan Ronny dan tidak tahan untuk segera mengonsumsinya. "Tahan ya Yer, paling sepuluh menit lagi," jawab Ronny yang berharap agar Yerry menikmati narkoba itu di rumah. Tidak tega melihat anaknya terus merintih, Ronny akhirnya membiarkan Yerry mengonsumsi putaudi tengah perjalanan.
Ronny tidak punya pilihan lain. Perbedaan antara rasa kasih sayang terhadap anak dan mencelakakan anak menjadi begitu sangat tipis. "Di satu sisi saya ingin membantu agar anak tidak kesakitan, tapi di sisi lain, pelan pelan saya sebenarnya membunuh anak saya sendiri.
Ini pilihan yang amat sulit. Tapi biarlah Tuhan yang tahu," kata Ronny dengan mata berkaca-kaca. Ronny juga pernah harus menahan malu dan pedih ketika dia dan Yerry diteriaki "mating" ketika datang ke sekolah Yerry. Pasalnya teman-teman sekolah menuduh Yerry mencuri uang salah seorang murid. Ronny yang pada saat itu sedang menganggur, sering menjual barangnya untuk membeli putau bagi anaknya. "Saya tidak tega melihat anak-anak tersiksa. Saya sampai utang sana-sini untuk membeli putau," papar Ronny. Itulah cara yang diyakini Ronny bisa untuk membimbing Yerry kembali ke jalan yang benar. Tidak mudah memang, sebab Yerry berkali-kali jatuh ke lubang yang sama. Setelah "sembuh", godaan untuk memakai lagi begitu kuat.
Karena ulah Yerry yang semakin sulit dikendalikan,Ronny minta kepada anak pertamanya, Robennd Pattrick (Benny) untuk menjaga sang adik. Belakangan, Benny ternyata "setali tiga uang" dengan Yerry. Ketika duduk dibangku SMP, Benny diam-diam juga sudah mengonsumsi narkoba setelah teman-teman di sekolahnya menawarkan zat berbahaya itu. "Pakai deh, pokokriya enak banget. Kalau nggak pakai, kamu bukan anak gaul," begitu iming-iming yang disampaikan teman-temannya kepada Benny.
Suatu ketika saat sakaw, Benny malah pernah minta narkoba ke adiknya. Permintaannya ditolak Yerry. Dengan berbagai cara, Benny membujuk Yerry. "Sudahlah jangan khawatir. pokoknya beres. Papa pasti membantu memberikan uang." kata Benny yang kemudian membuat Yerry takluk.
Sejak itu, mereka pun mengonsumsi narkoba bersama-sama. Benny mengibaratkan dirinya yang dipercaya untuk menjaga Yerry sebagai "malaikat sekaligus iblis. " Benny malah lebih parah ketimbang adiknya, karena memakai narkoba di luar rumah. Dia kerap tidak pulang dan menginap di rumah bandar narkoba. Jika sakaw datang, Yerry dan Benny selalu memaksa minta uang kepada orangtuanya untuk membeli putau. Kalau tidak diberi,mereka sering kali mencuri barang milik orangtuanya.
Karena suka mencuri, Benny dan Yerry sering dikucilkan oleh keluarga besar Ronny dan Stella. Itu diakui Yerry dan Benny.
"Pokoknya kunci dan model gembok apa saja yang dipakai Mama untuk menyimpan uang, bisa kami bongkar. Uang yang paling aman yang tidak bisa kami curi adalah yang masih disimpan di kantong Mama," kata Benny. Karena tidak ada uang, sementara mereka sedang sakaw, suatu hari Benny dan Yerry nekat membuka garage sale dengan menjual barang apa saja milik orangtuanya.
Saat itu Ronny dan Stella sedang ke luar kota. Medali olah-raga, cincin kawin, barang antik milik Ronny dan Stella mereka obral habis-habisan. Bahkan, "Rice cooker yang masih ada nasinya kami jual," kata Benny. Dari aksi "great sale" itu, mereka Mendapatkan uang "cuma" 5 juta. Setelah itu hampir sebulan mereka tidak pulang. Benny dan Yerry waktu itu lebih sering tidur dirumah bandar.
Ronny dan Stella juga kerap minta Tresita Diana, adik Benny dan Yerry, untuk menjaga kakak-kakaknya. Tapi Tresita malah jadi bulan-bulanan sang kakak. "Saya malah dibentak-bentak dan diminta tinggal dirumah lalu dikunci dari luar," katanya.
Diperlakukan seperti itu, Tresita bisa memahami, sebab Bagaimanapun juga kakak-kakaknya sebenarnya adalah orang baik. Mereka melakukan perbuatan seperti itu, karena terpaksa. Situasi dan tuntutan untuk menetralisasi kecanduan pada narkobalah yang membuat Benny dan Yerry memperlakukan dirinya seperti itu. "Saya tahu, kakak-kakak sebenarnya nggak having fun,"katanya.
Apa yang dikatakan Tresita benar adanya. Yerry berterus terang, "Saya nggak mau seperti itu (kecanduan narkoba)," katanya. Oleh sebab itu pada suatu hari, dia mencoba bunuh diri dengan minum racun serangga. Dia melakukannya diam-diam di kamar. Dia melakukan itu semua dengan kesadaran penuh, "Sebab lebih baik saya tidak ada di dunia ini daripada menyusahkan orang lain, terutama Papa dan Mama," ujar Yerry. Yerry pun sudah menyiapkan surat "wasiat" buat Ronny Pattinasarany. Intinya, jauh lebih baik dia mati daripada hidup tapi menyusahkan orang lain. "Kalau saya mati, jangan salahkan Mama," begitu antara lain isi surat Yerry.
Pagi hari, meskipun sudah menenggak racun serangga, Yerry tetap terjaga. Dia merasa dirinya sudah mati dan berada di dunia lain, namun yang aneh, mengapa posisinya masih berada di dalam kamar. "Tuhan rupanya masih menghendaki saya hidup," katanya.
Sang kakak, Benny, mengaku juga sudah frustrasi dengan lembaran kehidupannya yang hitam. Dia menyadari berlari ke narkoba ternyata bukan solusi untuk menyelesaikan masalah putus cinta sewaktu di kelas tiga SMA.
Ronny sendiri, meskipun beban yang ditanggung sangat berat, dia tidak mau menyalahkan anak-anaknya. Dia tetap merawat putranya dengan penuh kasih dan cinta.Saat mengantarkan anaknya membeli narkoba dirumah bandar, dalam pikirannya sering dia berniat untuk membunuh bandar narkoba. Namun saat niat buruk itu datang, Tuhan menegurnya. "Ngapain ngurusin bandar,jauh lebih baik ngurusin anak. Saya berusaha berebut kasih sayang dengan bandar," katanya.
Ronny yang gemar bermain musik itu menyimpulkan musibah yang dia alami sebagai teguran dari Tuhan. Selama berkarier di sepakbola, dia merasa jauh dari Tuhan.Ronny lalu mulai memperbaiki kehidupan rohaninya. Suatu saat, dia dikenalkan dengan seorang pendeta oleh rekannya. Pendeta tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi kedua anaknya untuk sembuh. Kasih sayang yang diberikan kedua orangtuanya, dan petuah dari pendeta membuat Yerry berangsur lepas dari jeratan narkoba. Benny pun akhirnya mengikuti jejak sang adik.
Perjuangan berat Ronny untuk melepaskan kedua anaknya dari pengaruh narkoba membuatnya tergerak untuk membagi pengalamannya pada orangtua yang mengalami masalah serupa. Bersama kedua anaknya, dia sering menjadi pembicara dalam diskusi mengenai narkotika. Pengalaman Ronny itu bahkan telah dibukukan berjudul Dan, Kedua Anakku Sembuh dari Ketergantungan Narkoba.
Ronny bercita-cita untuk memiliki yayasan yang khusus memberikan bantuan kepada korban narkotika. "Orang yang kecanduan narkotika jangan dimusuhi. Dia harus disayangi agar bisa sembuh. Jika itu menimpa kepada anak kita, Bagaimanapun nakalnya mereka. kita tidak boleh malu. Kewajiban orangtua untuk mengurus dan mendidik anak, sebab mereka adalah titipan Tuhan," pesan Ronny.
Sayang memang, banyak orangtua yang lalai dalam mendidik dan memperhatikan pergaulan anak-anaknya. Veronica Colondam dalam bukunya Raising Drug-Free Children mengungkapkan pihak yang paling akhir mengetahui bahwa seseorang menjadi pecandu narkoba adalah orang tuanya sendiri. "Yang pertama kali mengetahui justru teman-temannya," ungkap Veronica.
Fakta tersebut diperoleh aktivis antinarkoba itu setelah dia melakukan penelitian terhadap lebih dari 600 pecandu narkoba. Dalam Kick Andy, Veronica mengungkapkan, para pecandu narkoba rata-rata berusia 15-24 tahun. Sebagian besar atau 6 dari 10 pecandu mengonsumsi narkoba di rumah sendiri.Celakanya, masih menurut Veronica, banyak orangtua yang kemudian "cuci tangan" begitu mengetahui anaknya terlibat narkoba. "Mereka membayar dimuka ke pusat rehabilitasi untuk merawat anaknya. Setelah itu mereka pindah alamat," katanya.
Sebagian besar pecandu narkoba seperti halnya Yerry dan Benny awalnya adalah coba-coba. Indarta dan Andi,pemakai narkoba yang kini dalam proses rehabilitasi, juga mengaku coba-coba. Oleh sebab itu, pesan Indarta yang juga hadir dalam acara Kick Andy, "Jangan coba-coba!" Ya, jangan coba-coba jika tidak mau mati. Simak pengakuan Lido (nama samaran) yang dihadirkan di Kick Andy. Dia adalah bandar narkoba yang kerap memasok barang haram itu ke daerah-daerah, antara lain ke Lombok.
Setiap kali kirim seberat 1-2 kg. Dari sini dia memperoleh keuntungan 5 juta rupiah. Selain pemasok, dia juga pengguna. Berkali-kali polisi berusaha menangkapnya, tapi selalu lolos. "Pernah polisi menembak saya sampai empat kali, tapi selalu tidak kena,"katanya.
Dari mana dia mendapatkan narkoba? Jangan kaget,racun maut itu diperoleh setelah mendapatkan informasi dari kawan-kawan, juga dari polisi setelah mendapatkan barang sitaan.Seperti apa kualitas narkoba yang belakangan ini dikonsumsi para pecandu? Lido menjelaskan, sejak tahun 1999, jenis-jenis narkoba itu sudah dicampur dengan unsur-unsur lain. Memberikan contoh, dia mengatakan, putau sudah dicampur dengan tawas. "Kalau barang ini disuntikkan ke pemakai, pembuluh darahnya bisa pecah danpemakainya bisa langsung meninggal," katanya.
Sementara Benny yang kini bertobat mengingatkan anak-anak muda untuk menghormati orangtua, seperti apa pun keadaan mereka. "Saat kita menghadapi masalah,teman-teman di geng tidak pernah membantu dan mendampingi kita. Yang selalu mendampingi kita adalah orangtua, bukan siapa-siapa," katanya.Sejak tidak lagi menggunakan narkoba, Benny menjadi pemusik untuk lagu-lagu rohani. Dia mengaku telah kehilangan banyak waktu dan kesempatan saat terbuai oleh narkoba. "Saya kehilangan pergaulan, saya kehilangan teman-teman. Itu suatu kehilangan bagi saya," kata Benny.
Sementara Yerry kini menjadi pelayan Tuhan setelah mengikuti Sekolah Alkitab. Ia juga aktif membantu parapecandu narkoba agar bisa sembuh.Sebagai wujud menebus "dosa" terhadap kedua orangtuanya, di akhir acara Kick Andy, Yerry dan Benny membelikan cincin kawin untuk Ronny dan Stella. Yerry dan Benny sadar cincin kawin yang mereka berikan kepada orangtuanya pada acara itu semahal apa pun tidak sebanding dengan pengorbanan yang diberikan oleh orangtua mereka. Ronny atas seizin Tuhan telah berhasil memperebutkan cinta dengan bandar narkoba atas kedua anaknya.
"Saya tidak rela kehilangan cinta kasih kepada anak-anak saya," katanya. Ronny Pattinasarany kini bisa bernapas lega karena kedua anaknya benar-benar sembuh dari ketergantungan narkoba. Kini dentingan piano dan alunan lagu rohani kerap bergema dari kediaman keluarga Ronny di kawasan Rawasari, Jakarta Pusat. "Saya merindukan mereka menjadi anak-anak Tuhan," kata Ronny.